about

Saya Sariful Lazi, guru berstatus honorer di SMP Negeri 39 Palembang. terima kasih telah mengunjungi blog saya. blog ini sengaja saya buat untuk memudahkan dalam mengajar. Sebagian berisi soal-soal interaktif sebagai bahan latihan untuk siswa kelas 9 untuk menghadapi Ujian Nasional. Sebagian lagi informasi dan karya-karya saya yang dipublikasikan lewat blog ini. Semoga blog ini bisa menjadi sumber belajar yang dapat membantu guru dalam pembelajaran.

RUANG PUISI

Terima kasih telah membuka dan membaca halaman ini! Yang Anda baca ini adalah kumpulan-kumpulan puisi dari catatan di facebook saya. Semoga mendapat apresiasi positif dari pembaca.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
NYANYIAN SEPI

Pada setiap doaku
ku sebut namamu
setiap waktu meliris sendu
pada senja biru di kelopak matamu
saat angin menangis
dan saat kau pergi
hari-hari mulai kelam

                                                                            Pangkalpinang, 28 April 2013
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

 RIBUAN SENJA DI MATAKU

Duhai kasihku, ribuan senja berlalu
terlewati sudah masa
dalam hampar lautan mendayung sampan
bersamamu angin laut menjadi biru
menyapa aroma mendayu
meski, pertengahan jalan ia bawamu pergi
jauh... jauh dariku...

Duhai kasihku, tak semudah itu kau katakan mencari selainmu
pada hamparan laut seperti apa?
selain kata kesetiaan yang aku bisik di telinga mungilmu
"tak ada seorangpun yang mampu menggantikanmu dalam benakku"
aku rindu, pada suatu hari saat aku lelah, engkaulah tempat singgah terakhirku
bersama meniti mendaki bukit-bukit kehidupan
dan bersama menjadi nelayan
pada satu harap kedua hati kita menyatu
seperti campuran garam-air yang membentang luas samudera
seperti aku ingin menjadi samudera dalam hatimu
ber-riak namun tak menghanyutkan

Dan pada akhirnya kekasihku, setiap zikir dan doaku
aku sebut namamu, dalam lembayung senja itu
dalam sejuknya semilir angin laut
dalam kesunyian yang menghantui malamku
semoga kau tenang di sisi-Nya. Kasihku...

                                                                       Pangkalpinang, 28 April 2013
----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------

MENYAPU JEJAK LUKA

Kupendam hasrat luka
Dari riuh pagi
Fagosit tubuhku memakan waktu
Di setiap sudut prisma gelap
Dalam untai bait senyap
Menengadah tangan
Lalu hasrat ragu
Tenggelam dalam sayu

                            Palembang, 25 Juli 2012

 -----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

AKU DAN MIMPI KELAMMU

Di balik hening parasmu
Kau ingatkan lagi padaku
Sast rimbunan ilalang
Rebah di punggung kita,
Katamu, tak ada yang tak bias ditaklukkan olehku
Jika belatiku masih tertancap di dadamu
Maka berilah waktu untuk malam
Tertidur di pangkuan kita
Resapi keindahan yang ditawarkan
Sesaat jatuh dan menetes dalam api
Keringat dalam darah,
Di bawah ranting-ranting cemara,
Kau biarkan aku larut dalam nista.

                                                       Palembang, 25 Juli 2012

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

SESEORANG PEMBERI ISYARAT

Seseorang datang memberi bunga
Rosemary kuning yang di tangkainya
Bercak darah
Lembar surat dilayangkan dari udara
Bertuliskan: selamat menempuh kematian
Mulai saat ini sesekali akan dating
Bencana dari berbagai penjuru.
                                                               
                                               Palembang, 25 Juli 2012

-----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

prolog laut 2


lewat sajak prolog laut
aku sampaikan rindu pd ombak
ketika rambut pirangmu melambai
aku rindu menjadi pelaut
berlayar menepis ombak
mengarung rasa takut
pada temaram bulan aroma dingin menyergap
dan aku mabuk laut
seperti mataku yg beku melihat parasmu.

seiring mencipta sajak prolog laut
aku masih menyimpan rindu
pada laut
                 pada ikan
                                   pada ombak
                    pun
padamu


                                                                     Bandung,  10 Mei 2011

--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------

pada zikir seorang ibu


ma, beberapa waktu lalu aku masih anak kutu
kau biarkan aku tumbuh menghisap sarimu
waktu yang naik mencapai matahari
aku menapak tilas tatkala sayap di bahu belum tumbuh.

suatu waktu mungkin aku akan lupa, ma
pada kasih seputih salju
yg kian menetes pada ranting randu
aku anak yang kehilangan rasa rindu

namun selimut kasihmu tetap biru
membias pada setiap jendela
seperti laut yang selalu terlihat dalam pelayaranku

hidup ini kadang membosankan, ma
sudah sesiang ini sayapku belum lengkap
kepada siapa aku bercerita
selain pada kau

pada setiap doamu ada anakmu
tiap ibadah dan zikirmu
sebab doamu tersimpan rindu
rindu anakmu.
                                                     Jakarta 24 April 2011
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------

SAJAK GERIMIS UNTUK BAPAKKU


oh, ketika gerimis menerpa
seorang tua menganyam waktu
di tangannya matahari
keringatnya badai menyapu
sudut kota dengan orang tanpa kepala
begitu cepatnya jalan jadi es
dan kau tak bersepatu menggigil

engkau masih menganyam waktu bapakku
matahari di tanganmu
hangatkan dingin tubuh
badai keringatmu menyapu duri
di tengah gerimis orang tanpa kepala
tak pernah rasakan
betapa dingin suasana
bahkan kita jalan susuri hidup tanpa sepatu

suatu hari wariskan matahari itu
di tanganku, bapakku!
agar badai keringatku juga menyapu
es di sepanjang jalan kota yang penuh debu
agar kau nikmati hidup ini
bersamaku, kali ini dengan sepatu

                                                                                Jakarta, 2 feb 2011

------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------

PADA SATU BENCANA


Tuhan,
teguran memang tak cukup menghapuskan
nista yang menggunung
tidur beratapkan langit
membekukan tubuh kami
tiap malam beralas tanah
berselimut debu..

Tuhan,
sesal ini membekas nyata
sebab kaki menbentuk tilas yang salah
membuat kami musnah
mengakhiri kisah
dengan kesendirian yang ditempuh
menyapu debu-debu..

dengan kesepian ini
penyesalan yang tak terbendung
pada derih tangis tak berujung
kami masih berharap
Kau beri ketabahan hati.

                                                             Jogja, 10 November 2010
-------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------

AROMA LAUT MEMBAWAKU

laut selalu mengingatkanku
pada binar matamu
sebab birunya menanda keheningan
aku sering duduk di bibir pantai
membiasakan terseret ombak
pada satu arah tujuan hidup
menjadi pelaut

ke manapun ombak membawa
menyinggahi dermaga-dermaga
hanya kepada laut segala impian dihanyutkan
dan
kepada laut pula aku meniti harap
segulungan rindu pada kaki camar
dituntun angin laut sampai padamu

bagaimanapun,
aku menunggu saatnya laut menenggelamkanku
seperti kurelakan jiwa lebur dalam kasihmu.

                                                                               Jakarta, 9 November 2010
----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------

Prolog Laut

Hanya lautlah tempat ikan berasal
tempat meliuk mengitar karang
kita ikan yang lepas terumbu
menyirip menembus daun-daun
hanya kepada laut, komposit hidup jadi parasit

Hanya kepada laut kita melepas rindu
dalam hijab laut semua mengurai
dan rindu menyublim dalam ombak
tersapu badai
tapi hati yang penakut tak terseruput

Hanya kepada lautlah kita merangkai mutiara
pada bibir pantai jadi selimut
meski kita tidak tahu akhirnya, bahwa
kita telah menjadi ikan
atau ikan telah menjadi kita
                                                                                Jakarta  12 Juli 2010
-------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------

Kepala-Kepala


Jika kesendirian adalah awal sebuah kisah. maka menyendirilah, tenderloin berputar mengitari kepala. Aku lihat kepala tergeletak di atas meja. Lalu ditendang ke sana ke mari seperti ajang pertandingan bola. Seorang melepas kepala begitu saja, lalu menggantinya dengan kaleng-kaleng bekas. Sebagai persembahan, kepala manusia dilempar, dioper ke mana-mana, membentur apa saja. sementara tubuh tanpa kepala masih menunggu di antrean. Mereka mendapat upah hasil penyewaan kepala, merelakan kepalanya ditendang kepala lain. Bahkan, salah satu kepala memakan kepala lain. Ketika mati, kepala dalam kepala bermunculan satu satu memenuhi ruangan.


                                                                                                          Jakarta, 21 April 2010
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------

Penantian sebuah dermaga


aku tahu, vi, suatu saat aku akan kandas di laut itu
dalam bebat tanganmu dan dekap tubuhmu seperti dermaga
tapi badaimu perlahan menyeret anganku satu-satu
ke tengah lautan,

kau pasti tahu vi, desau angin ketika hujan tak pernah seliris ini mengiris muka
tak pernah selara ini menikam dada,

tapi setiap bagian darimu adalah pecahan mutiara
menjadi tilas semua kapal yang berlayar menuju dermaga lain di seberang
aku membuang sajak-sajak dalam botol lalu mengalirkannya ke dermagamu
tak pantaskah setiap detak jantungku mengalunkan namamu?
sementara nama-nama dermaga tak satupun dapat kuingat
                                                                                     Jakarta,  17 Maret 2010
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------

Jalan darah yang absurd


memang itulah maksudku. setelah percandaan dengan bantal mulutmu dingin, freezer lemari es yg rusak membekukanku, malam ini begitu bisu katamu, dan aku sengaja menetaskan benih benalu di kepalaku. itu bukan maksudku! aku tak membuat sekat apapun pada percakapan semalam, jalan darah kita telah absurd, bertahun-tahun kita berjudi untuk mendapatkan satu cercah kristal, rumah kita jadi pub malam, dan kita hanya jadi anjing liar di tengah malam.

biar kubawa kau ke taman, merasakan gigitan nyamuk sekujur tubuh, mereka mencairkan keabsurdan darah. agar darah kita tahu ke mana harus ngalir dan berhenti. memang itu maksudku. itu maksudku






                                                                                                         jakarta, 5 Februari 2010
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------

PARFUME IKAN ASIN DI TUBUHMU


mengendus aroma parfume-mu aku merasa menjadi kucing, seperti yang lain merasa menjadi anjing melihat tubuhmu. Sebab magis parfume ikan asin dan gemulai daging. Ya, daging bukan sembarang daging. Setiap kali matahari manjadi bandul, setiap kali detik dan menit berkejar-kejaran, setiap kali tubuhmu dimainkan angin, aroma ikan asin yang terbakar seperti telah membakar sampah di paru-paru. Siapa tidak tergoda dengan aroma ikan asin di tubuhmu? Tinggal menambahkan nasi dan sayur, sedang dirimu jadi hidangan utama. Tak perlu ke warteg-warteg mencari ikan asin, sebab aromamu sudah terpajang di sepanjang halte. Kucing mana yang bisa menepis aroma ikan asin di tubuhmu?


                                                                                                Jakarta, 2 Februari 2010
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------

SOLITERE


Din, matamu berdarah, sejak tadi kulihat asap membeku di kamarmu, asap yang meleleh di kamarku tempo hari. Matahari belum juga mengetuk jendela kamarmu. Hari ini benar-benar pilu, darah dari matamu mengingatkan aku pada Mei 1998, hari duka seorang ibu. Bagaimana tuhan dapat mereka penjarakan? Dan kita dengan lantangnya berkata, “sudahlah itu bukan urusan kita”.

Entah apa ini jawaban dari pertanyaanku Din, mengapa matahari enggan mengetuk jendela kamarku, dan asap menggali darah di matamu. Lantas seperti kita mereka tak satupun mau membantu. Masih lantangkah kita berkata, “sudahlah urusan kita bukan urusan mereka”?


                                                                                                  Jakarta, 13 Januari 2010
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Di Penghujung Desember


Kau tak begitu terjamah
seperti penghujung bulan desember
banyak nyanyian rindu
bahkan sendu mengalir
di penghujung senja
bagaimanapun
desember akan berlalu serentak
bersama beralihnya musim
adakah ia meninggalkan bekas di kalbu?
semua bayang
di penghujung bulan desember
lenyap dalam kembang api
sorak-sorakan terompet
bayi pun tak terlelap dalam alunan lagu desember
masihkah ada jejak desember merengkuh hatimu?


                                                       28 Desember 2009
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------

ADAKAH TUHAN DALAM FACEBOOK


Adakah tuhan punya facebook
Yang setiap saat update status
Dirimu begitu resah menulis nama
Menulis segala doa
Melalui tiap larik dan karakter terbatas
Tapi bukan berupa keyakinan yang muncul
Hanya kata-kata yang mencerminkan
Kegalauan jiwa seorang pengguna

Aku sebagai pengguna lain
Yang melihat status-status
Naik jabatan menjadi tuhan
Lalu mengaminkan doa-doa
Serta Menoreh komentar pada status
Aku sebagai tuhan yang mereka nobatkan
Mulai membuat profile-profile
Menulis firman-firman
Menobatkan nabi-nabi,
Mungkin dirimu akan kupilih sebagai utusanku
Yang menyebarkan miniatur agama di dunia maya.
Namun tuhan hasil penobatan terbatas ini
Masih punya tuhan,
Mengimani 6 ketentuan dan 5 prosedur
Mempersoalkan keyakinan
”Tuhan, Adakah engkau dalam Facebook?”

                                                                              Jakarta, 22 Desember 2009
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------

Sajak Penjual Bunga


:- Suci Bella D.K

Aku melihatmu di tepi trotoar
berbaju merah panjang
seperti penjual bunga
di kanal jalan dengan
ribuan orang lalu lalang


kau gadis penjual bunga
merangkai satu-persatu
warna dari setiap tangkai
dan variasi kuntumnya
seberapa keras menyulam
sari-sari kehidupan
namun dalam hatimu
masih dalam kehampaan

Kau bukanlah Isis
sang dewi pemuja romansa Osiris
yang kekal dalam mitologi yunani
kau hanya penjual bunga
yang lupa motif susunannya
yang selalu bertanya
"untuk siapa bunga-bunga ini aku jual?"

                                                                                      Jakarta, 12 Desember 2009
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Biografi Malam


Teringat masa kecilku, saat aku di desa ini. Udara masih begitu sejuk, gemerisik nyanyian daun hijau dimainkan angin. Anak-anak bermain gundu, sementara di luar semak belukar. Dan jika gundumu terpental jauh, jangan diharap dengan mudah kau mencarinya.

Usiaku pun berkelepak menuju senja. Tak sadar sayap di bahuku mulai tumbuh. Aku hanya seekor anak Rajawali yang kelak menjadi penjelajah cakrawala. Jika saatnya tiba, di ujung penantian dan batang tubuhku mulai rapuh, aku akan kembali menikmati kehijauan tanah kelahiran.

Tapi tidak! Tak ku kenal lagi suasana ini. Nyanyian burung-burung merpati di pagi hari berganti erangan metromini. Entah sejak kapan perubahan ini? Yang jelas di depan mataku gedung-gedung mewah, pabrik kayu dan batu bara. Kemana kehijauan dahulu? Yang tersisa hanya pohon akasia di pematang jalan. Tak ada anak yang bermain gundu, karena memang tak tersisa ruang walau sedepa.

Aku merengas di jalan menuju kematian. Memalukan! Rajawali di sini kehilangan paruh dan sayapnya. Seorang di antara mereka menghimbau, ”Kawanku, menjauhlah dari sisi tradisi nenek moyang, dan mulai menuju perubahan, sesuatu yang menjanjikan kemewahan, Patahkanlah sayap dan paruhmu! Di luar masih tersisa ruang tanpa batas.”

Maka tak kukenal lagi keramahan ini. Bahkan di sana, orang-orang membeli nasionalisme dengan darah.


                                                                                                  Jakarta, 21 Oktober 2009
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
LALU TERLUPA

Kau renggut hariku
usia menajam umpama
jarum terasah zaman
napasku aroma besi karatan.

Gairah apa yang kau tawarkan?
Saban hari memeras
darah dari selaput pori
maka tak kenal setiap tetes
air mata terkucur di tubuhmu?

Napasku api neraka
yang tersulut suluh tengah kota
lalu terlupa...

                                                                                     Jakarta, 19 Oktober 2009
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------
MALAM TRAGEDI

Akhirnya kembali pada kata
naas melanda,
puing-puing tembok dan tembikar yang rata.
Entah ujian entah teguran,
kami terlelap di penghujung malam,
seketika itu suara jangkerik menghilang,
saat subuh menjelang,
tiba-tiba tinggal harapan.
                                              Jakarta, 15 Oktober 2009
---------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------
SAJAK RINDU

Pernahkah kau renungkan
Di setiap untai mimpi yang kupahat di temaram langit
Adalah wujud rinduku yang luruh dalam hening
Dan tenggelam dalam kerik jengkerik di beranda

Pernahkah kau renungkan
Disetiap rentang waktu yang riuh
Kurekat erat binar matamu
Selalu kutitipkan harap disana
Dalam desau angin dan desir gerimis senja

Pernahkah kau renungkan
Pada kelopak mawar disudut taman
Dan jernih embun yang menitik di atasnya
Tersimpan gigil gairahku yang membara padamu
Di setiap tarikan nafas
Saat kulukis paras purnamamu di kanvas hatiku



                                                                        Jakarta, 1 Mei  2008
-----------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------
WAKTU TERBENAM DI MATAMU

kau larungkan aku
dalam renungan seribu penyair
terseruput kegaiban tak berujung
pada bait paling hening di magis matamu
angin penyihir dan cemara tak berdesir
menebar mantra-mantra senja
menghantar senyap
menghantar seribu guna-guna

maka cobalah tinjau
di setiap kemabukan yang dikeramatkan
hati pada cinta
lihatlah kepedihan ini
dari nanar sembilu yang kau ramu dalam anggurku
matahari terbakar sebab takdirnya
api, takdirku terbakar sebab cintamu

dan kini, selainmu siapa lagi yang mampu meleraiku
dari keinginan tuk terbakar


                                                              Jakarta, 10 Maret 2008

--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
SISA SISA HARI


Akankah kau temui
Sisa sisa hariku yang lusuh,
Lantas!
Harap dan rinduku beremulsi
Jadi epiema sepi!

                                               Jakarta, 15 Februari 2008
-------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------
AKU DAN CANDUMU


Aku hanya bisa terdiam,
dalam riuh angin amarahmu,
perselingkuhan ini masih terasa manis.
Entah bagaimana kuhilangkan
Candu yang kau kalungkan di leherku
Dan aku pun tak biarkan kau berlalu
Dalam malam bisu.

                                                  Jakarta, 11 Januari 2008
--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
SAKSI BISU


Akulah saksi bisu
Melihat sisi kelam harimu
Sinari langkahmu
Walau tak sekejap kau ingat aku

                              Jakarta, 3 Januari 2008
--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
TAHAJUDKU

biarkan aku terbangun
dari kebiasaan mimpi dini hari
mencarimu.
                            Jakarta, 3 Januari 2008

--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------

 BUNGA SURGA

Bungaku
Tebarkan benih kerinduan
Rengkuh aku dalam mimpi
Hingga kupatri syair-syair sunyi

Aku terus menunggu
Tatkala waktu kan memihak
Terkumandang adzan cinta
Hingga berpendar seantero angkasa

Bungaku!
Akulah kumbang pertapa
Yang rindu aroma surga
Darimu!


                                      Jakarta, 20 Desember 2007

--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
SEKEJAP LELAP


Baru saja aku kembali
Dalam hirup pikuk keluarga
Di tengah malam tanpa bintang
Pejamkan mata, lepas lelah
Namun sekejap mimpi datang lalu hilang.

                                     Jakarta, 5 Oktober 2007

--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
Menunggu dalam Sepi


Di ujung senja di batas kota,
Kau temui aku dalam nestapa,
Desir langkahmu meliris senja.
Aku tak bisa pungkiri
Setiap langkahmu tersimpan arti
bawa embun glasier gunung Fuji,
Jauh sungguh kau berlari mengejarku,
Namun aku tak kuasa benahi diri,
Seribu jarum di hati tak mampu kucabut.
Darah ini tak dapat kulerai.

Sungguh! jika saja aku sanggup dengarkan kata hati,
Ada sesuatu yang berkecamuk dalam diri,
Cancerbero jiwa ini meronta ingin pergi,
Aku hanya patung-patung Yunani,
Seorang Juglar dalam globalisasi.

Aku ingin mencintaimu,
Seperti aku mencintai angin,
Yang berhembus antara puncak Eufrat,
mengalir bagaikan sungai Nil,
membara seperti matahari,
Namun aku tak bisa!

Aku ingin sendiri dalam dinding bisu ini,
Menikmati sisa-sisa hari,
Resapi indahnya fatamorgana sepi,
Menunggu suatu saat nanti,
Malaikat-malaikat bawakanku sayap rajawali,
Hingga waktu pun terhenti,
Dan tiba saatnya untukku pergi.


                                                     Jakarta, 1 Juli 2006


--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------